Publishare.id- Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Gorontalo Utara (Gorut), dalam hal ini Komisi II menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) dalam rangka menyeriusi permasalahan Jagung yang sempat menjadi buah bibir di tingkatan petani atau pemasok Jagung.
RDP digelar Selasa (21/5/2024) kemarin, di ruang rapat gedung DPRD Gorut dengan menghadirkan beberapa pihak terkait.
Selain menghadirkan dua perusahaan besar penampung jagung yang beroperasi di wilayah Kabupaten Gorontalo Utara, PT Santosa Utama Lestari (SUL) dan PT Gorontalo Pangan Lestari (GPL), rapat itu menghadirkan OPD teknis terkait, yakni pihak Dinas Tanaman Pangan Hortikultura dan Perkebunan dan Dinas Perdagangan, Perindustrian, Koperasi dan UKM.
Anggota Komisi II Lukum Diko usai rapat tersebut mengaku, RDP digelar sebagai tindak lanjut terhadap beberapa persoalan jagung, utamanya harga beli dari perusahaan ke petani.
“Pihak perusahaan tadi (kemarin) sudah menyampaikan bahwa ini bukan persoalan permainan harga. Tetapi, ini persoalan harga jual perusahaan ke luar (ekspor). Memang sampai saat ini permintaan jagung dari luar daerah minim, sehingga itu berpengaruh pada harga jual. Di satu sisi, hasil panen dari para petani membludak,” ungkap Lukum.
Kini, lanjut kata Lukum, berdasarkan penyampaian manajemen dari kedua perusahaan, stok jagung yang ditampung sudah melebihi kapasitas.
“Dan hari ini gudang mereka itu sudah full semua, sudah tidak bisa menampung. Bahkan, ada yang sudah di emperan ditutup dengan terpal. Sehingga mereka mencari solusi untuk titip di depo-depo yang ada di Pelabuhan Anggrek. Nah, ini pun sudah full,” imbuh Aleg Dapil Monano – Anggrek itu.
Lukum kemudian menegaskan kembali bahwa yang terjadi di lapangan, harga jagung bukanlah dipermainkan.
“Mereka (perusahaan) kasian kepada petani ketika mau tutup. Harga di sana masih pada kisaran Rp 4.100 sampai Rp 4.500. Kalau Rp 3.800 itu kadar air 15 persen tanpa potongan lagi. Makanya, kita hanya minta informasi lebih jelas dari perusahaan sampai ke telinga petani. Ketika memberikan informasi harga sekalian dengan kadar airnya, supaya tidak ada asumsi-asumsi liar di luar,” tuturnya.
Oleh karena itu, terhadap persoalan jagung ini, Komisi II DPRD Kabupaten Gorontalo Utara berharap, pintu penjualan (ekspor) jagung dari perusahaan ke luar terbuka lebar (lancar).
“Dengan begitu, petani bisa menikmati harga yang lebih bagus. Karena memang pada prinsipnya sebenarnya sekarang mereka sudah tidak bisa menampung lagi. Namun melihat petani yang sudah jauh-jauh membawa jagung, maka dengan terpaksa dibeli,” terang Lukum.
Padahal dikatakan Lukum, sebagaimana penyampaian kedua pihak perusahaan, aktivitas ekspor (penjualan) tetap masih ada, tapi permintaan sedikit.
“Bahkan, sekarang itu, kerugian mereka itu, seperti di PT GPL itu ratusan ton yang belum terkirim sudah mau jalan tiga bulan, karena permintaan yang sedikit. Sehingga hitung-hitungannya mereka sudah rugi, karena jagung itu kalau sudah di atas dua bulan, biasanya sudah berkutu. Sehingga mereka katakan mereka sudah jual rugi,” papar Lukum.
Namun demikian, kata Lukum, kedua pihak perusahaan menyatakan ketika semua sudah stabil, maka mereka akan memberikan harga yang maksimal sebagaimana mestinya.
“Pada dasarnya, baik perusahaan maupun petani saling membutuhkan. Tidak akan beraktivitas perusahaan kalau tidak ada petani yang menjual Jagung mereka. Begitu juga sebaliknya, kalau tidak ada perusahaan penampung, petani juga sulit memasarkan jagung mereka,” tandas Ketua Fraksi Partai Golkar itu.